Jumat, 20 Juni 2014

Askep Perilaku Kekerasan



LAPORAN PENDAHULUAN
TINDAKAN KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

A.    Masalah Utama
Perilaku Kekerasan

B.     Proses Terjadinya Masalah
1.      Pengertian
·         Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
·         Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lainsecara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam harnawati, 1993).
·         Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan Sundeen, 1998).
·         Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998).
·         Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramin, 1998).
·         Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Ketner et al, 1995).
2.      Tanda dan Gejala
·         Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
·         Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus.
·         Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
·         Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
·         Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
·         Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
·         Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sendirian.
·         Perhatian : bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

3.      Rentan Respon


 





              Keterangan :
1.      Asertif               : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2.      Frustasi              : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
3.      Pasif                  : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4.      Agresif              : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
5.      Kekerasan         : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Table 8.1.Perbandinag antara Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif/Kekerasan


Pasif
Asertif
Agresif
Isi Pembicaraan
Negatif dan merendahkan diri, contohnya perkataan : “dapatkah saya?”
“Dapatkah kamu?”
Positif dan menawarkan diri, contohnya perkataan :
“Saya dapat …”
Saya akan ,,,”
Menyombongkan diri, merendahkan orang lain, contohnya perkataan  :
“Kamu selalu …”
“Kamu tidak pernah ,,,”
Tekanan suara
Cepat lambat, mengeluh
Sedang
Keras dan ngotot
Posisi badan
Menundukkan kepala
Tegap dan santai
Kaku, condong ke depan
Jarak
Menjaga jarak dengan sikap acuh/mengabaikan
Mempertahankan jarak yang nyaman
Siap dengan jarak akan menyerang orang lain
Penampilan
Loyo, tidak akan tenang
Sikap tenang
Mengancam, posisi menyerang
Kontak mata
Sedikit/sama sekali tidak
Mempertahankan kontak mata sesuai dengan hubungan
Mata melotot dan mempertahankan

Sumber : Keliat (1999)
4.      Faktor Predisposisi
Menurut Townsend (1999) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, di antaranya adalah sebagai berikut :
·         Teori Biologik
Berdasarkan toeri biologik, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut :
a.       Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b.      Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa sebagai neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c.       Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana)
d.      Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

·         Teori Psikologik
a.       Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan artidalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b.      Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
·         Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
5.      Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
·         Internal adalah senua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan, menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain
·         Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis, dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
·         Kesulitan kondisi sosial  ekonomi.
·         Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
·         Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
·         Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi fase frustasi.
·         Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
6.      Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, denial, dan reaksi formasi.
           Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah hati (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (risiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan)
           Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat memengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif).Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).



C.    Pohon Masalah

Risiko Tidak Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan
 










D.    Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.      Perilaku kekerasan
2.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3.      Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4.      Harga diri rendah kronis
5.      Isolasi sosial
6.      Berduka disfungsional
7.      Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8.      Koping keluarga inefektif

E.     Data yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan
Data yang Perlu Dikaji
Perilaku Kekerasan
Subjektif :
·    Klien mengancam
·    Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
·    Klien mengatakan dendam dan jengkel
·    Klien mengatakan ingin berkelahi
·    Klien mnyalahkan dan menuntut
·    Klien meremehkan

Objektif :
·    Mata melotot/pandangan tajam
·    Tangan mengepal
·    Rahang mengatup
·    Wajah memerah dan tegang
·    Postur tubuh kaku
·    Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain sebagai berikut :
1.      Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
2.      Stimulus lingkungan
3.      Konflik interpersonal
4.      Status mental
5.      Putus obat
6.      Penyalahgunaan narkoba/alcohol

F.     Diagnosis Keperawatan
Perilaku kekerasan.

G.    Rencana Tindakan Keperawatan
1.      Tindakan keperawatan untuk klien
·         Tujuan
a.       Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b.      Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c.       Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
d.      Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
e.       Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan.
f.       Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, social, dan dengan terapi psikofarmaka.
·         Tindakan
a.       Bina hubungan saling percaya.
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara lakukandalam rangka membina hubungan saling percaya adalah mengucapkan salam terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b.      Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan saat ini.
c.       Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan, baik kekerasan fisik, psikologis, social, spiritual maupun intelektual.
d.      Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
e.       Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya.
Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik nafas dalam), obat-obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara asertif), maupun spiritual (salat atau berdo’a sesuai keyakinan klien).
2.      Tindakan keperawatan untuk keluarga
·         Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah.
·         Tindakan
a.       Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.
b.      Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.
1)      Anjurkan keluarga untukselalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
2)      Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3)      Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila klien menunjukkan gejala-gejala peerilaku kekerasan.
c.       Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.











DAFTAR PUSTAKA


1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995

2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2005

3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999

       4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003

5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar